Kemajuan teknologi memang mengerikan. Bila dimanfaatkan dengan benar, teknologi menjadi sahabat manusia. Sebaliknya, juga bisa menjadi bumerang. Berbagai penelitian yang dilakukan ilmuwan di berbagai penjuru dunia telah berhasil "melahirkan" robot-robot berintelegensi buatan yang nyaris sempurna. Robot-robot itu memiliki batasan-batasan yang diprogramkan manusia padanya. Mereka juga terikat kode etik dasar, dilarang menyakiti manusia.


Meski demikian, perdebatan mengenai eksistensi robot dalam kehidupan manusia seolah tanpa akhir. Satu pihak merasa keberadaan robot takkan menciptakan perdamaian abadi. Sebaliknya, pihak lain menganggap robot banyak membantu manusia. Saat dua pihak saling berkonfrontasi, apa yang akan terjadi?

Itulah yang diangkat Urasawa Naoki dalam karya terbarunya, Pluto. Proyek itu merupakan hasil kolaborasi Urasawa dengan Tezuka Productions. Pluto diadaptasi dari manga Tetsuwan Atom karya Tezuka Osamu. Tepatnya, dari arc Chijou Saidai no Robot (The Greatest Robot on Earth). Pluto adalah nama tokoh antagonisnya.

Jika Tezuka membidik pembaca anak-anak, Urasawa membuat Pluto sebagai konsumsi pembaca dewasa. Sebab, filosofi yang diusung Urasawa membutuhkan pemikiran mendalam. Urasawa meramu Pluto sehingga muatan cerita yang tak tersampaikan oleh Tezuka karena keterbatasan segmentasi pembaca jadi tersampaikan.

Isu yang diangkat pun terasa lebih realistis karena sesuai dengan kondisi dunia beberapa tahun terakhir. Misalnya, alasan di balik pembumihangusan Persia. Alexander, Presiden United States of Thracia, menuduh Raja Persia, Darius XIV, mengembangkan robot pemusnah masal. Belakangan, setelah banyak jiwa melayang, tuduhan tak terbukti. Mungkin pembaca bakal teringat pada perang di Asia beberapa tahun lalu. Cara Urasawa menyampaikan sindiran halus ini sangat mengena.

Dalam Pluto, Atom, bocah robot yang menjadi simbol perdamaian bagi manusia dan robot, digeser dari posisi tokoh utama. Urasawa mengalihkannya pada Gesicht, detektif robot dari Europol yang telah sukses memecahkan berbagai kasus kejahatan. Gesicht adalah satu dari tujuh robot tercanggih di dunia yang ikut menyelesaikan konflik ke-39 di Asia Tengah.

Empat tahun setelah konflik berakhir, manusia dan robot hidup berdampingan. Namun, ada beberapa golongan yang tak bisa menerima eksistensi robot dan ingin memusnahkannya. Mereka umumnya golongan yang terluka atau kehilangan anggota keluarga karena manuver robot saat konflik terjadi.

Lalu, satu demi satu robot tercanggih "terbunuh". Kasus diawali dengan "kematian" Montblanc, robot penjaga hutan. Selain robot-robot yang terlibat konflik Asia Tengah, ilmuwan dan pakar robot anggota Tim Investigasi Bora dibunuh. Hanya dua petunjuk yang ditinggalkan pelaku, tanduk di kepala korban dan bekas puting beliung.

Gesicht yang berusaha menguak kasus ini malah terseret dalam konspirasi tingkat dunia yang melibatkan petinggi negara. Beberapa kasus yang ditanganinya ternyata saling berkaitan. Perlahan tapi pasti, Gesicht menuju pemecahan kasus. Pertemuannya dengan Atom malah membangkitkan kembali memori Gesicht yang telah dimanipulasi seseorang.

Pluto sang tokoh antagonis pun layak mendapat simpati. Sebab, dia pada dasarnya dia tak jahat. Dia membunuh atas perintah majikannya. Buktinya, saat terpisah dari sang majikan, Pluto memiliki hubungan emosional dengan Uran, adik Atom.

Interpretasi personal Urasawa dan artwork-nya yang memukau mengantarkan Pluto ke puncak kesuksesan. Pluto berhasil meraih Excellence Price for Manga dalam ajang 2005 Japan Media Arts Festival. Grand Prize dari 2005 Tezuka Osamu Cultural Prize pun diboyong Urasawa.
0 Komentar untuk "Pluto: Robot v Manusia"

HITAMZ © 2015. All Rights Reserved.
Template HITAMZ V.2 By sepeser.com , Powered By Blogger